Mempelajari sejarah Indonesia dalam panggung dunia merupakan hal yang sangat penting agar kita bisa mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya kebijakan politik luar negeri bebas aktif serta implementasi/penerapannya sejak proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945 hingga masa Reformasi.
Materi Sejarah Indonesia Kelas 12 Bab 6 Indonesia Dalam Panggung Dunia
Daftar Isi
- 1 Indonesia Dalam Panggung Dunia
- 2 Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
- 3 Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya
- 4 Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif
- 5 Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlermenter 1950-1959
- 6 Politik Luar Negeri Indonesia Masa (Demokrasi Terpimpin)
- 7 Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Orde Baru
- 8 Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi
- 9 Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia
- 10 Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955
- 11 Gerakan Non-Blok/Non Align Movement (NAM)
- 12 Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda
- 13 ASEAN
- 14 Organisasi Konferensi Islam
- 15 Deklarasi Djuanda
- 16 Jakarta Informal Meeting (JIM) I dan II
- 17 Share this:
- 18 Related posts:
Indonesia Dalam Panggung Dunia
Landasan Ideal dan Konstitusional Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
Politik luar negeri suatu negara lahir ketika negara itu sudah dinyatakan sebagai suatu negara yang berdaulat. Landasan ideal dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pedoman dan pijakan dalam melaksanakan politik luar negeri Indonesia.
Politik Luar Negeri Bebas Aktif dan Pelaksanaannya
Lahirnya Politik Luar Negeri Bebas Aktif
Setelah proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia belum memiliki rumusan yang jelas mengenai bentuk politik luar negerinya.
Akan tetapi pada masa tersebut politik luar negeri Indonesia sudah memiliki landasan operasional yang jelas, yaitu hanya mengonsentrasikan diri pada tiga sasaran utama yaitu;
1). Memperoleh pengakuan internasional terhadap kemerdekaan RI,
2). Mempertahankan kemerdekaan RI dari segala usaha Belanda untuk kembali bercokol di Indonesia,
3). Mengusahakan serangkaian diplomasi untuk penyelesaian sengketa Indonesia-Belanda melalui negosiasi dan akomodasi kepentingan, dengan menggunakan bantuan negara ketiga dalam bentuk good offices ataupun mediasi dan juga menggunakan jalur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Parlermenter 1950-1959
Prioritas utama politik luar negeri dan diplomasi Indonesia pasca kemerdekaan hingga tahun 1950an lebih ditujukan untuk menentang segala macam bentuk penjajahan di atas dunia, termasuk juga untuk memperoleh pengakuan internasional atas proses dekolonisasi yang belum selesai di Indonesia, dan menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia melalui politik bebas aktifnya.
Politik Luar Negeri Indonesia Masa (Demokrasi Terpimpin)
Pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, yang diwarnai sikap anti-imperialisme dan kolonialisme yang tegas dan cenderung bersifat konfrontatif. Pada era itu kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan pembentukan identitas bangsa (national character building).
Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Orde Baru
Pada masa awal Orde Baru terjadi perubahan pada pola hubungan luar negeri Indonesia dalam segala bidang. Pada masa pemerintahan Soeharto, Indonesia lebih memfokuskan pada pembangunan sektor ekonomi. Pembangunan ekonomi tidak dapat dilaksanakan secara baik, tanpa adanya stabilitas politik keamanan dalam negeri maupun di tingkat regional.
Politik Luar Negeri Indonesia Era Reformasi
Orientasi politik luar negeri Indonesia di awal reformasi masih sangat dipengaruhi oleh kondisi domestik akibat krisis multidimensi dan transisi pemerintahan.
Perhatian utama politik luar negeri Indonesia diarahkan pada upaya pemulihan kembali kepercayaan dunia internasional terhadap Indonesia serta memulihkan perekonomian nasional.
Politik luar negeri Indonesia saat itu lebih banyak dipengaruhi oleh perkembangan politik domestik daripada politik internasional.
Peran Indonesia Dalam Upaya Menciptakan Perdamaian Dunia
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika (KAA) 1955
Berakhirnya Perang Dunia II pada Agustus 1945, tidak berarti berakhir pula situasi permusuhan di antara bangsa-bangsa di dunia dan tercipta perdamaian dan keamanan.
Ternyata di beberapa bagian dunia, terutama di belahan bumi Asia dan Afrika, masih ada masalah dan muncul masalah baru yang mengakibatkan permusuhan yang terus berlangsung, bahkan pada tingkat perang terbuka, seperti di wilayah Korea, Indochina, Palestina, Afrika Selatan, dan Afrika Utara.
Gerakan Non-Blok/Non Align Movement (NAM)
Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara-negara yang berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. Gerakan Non Blok merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keanggotaan PBB.
Misi Pemeliharaan Perdamaian Garuda
Pengiriman Misi Garuda yang pertama kali dilakukan pada bulan Januari 1957. Pengiriman Misi Garuda dilatarbelakangi adanya konflik di Timur Tengah terkait masalah nasionalisasi Terusan Suez yang dilakukan oleh Presiden Mesir Ghamal Abdul Nasser pada 26 Juli 1956.
ASEAN
Pada tanggal 5-8 Agustus di Bangkok dilangsungkan pertemuan antarmenteri luar negeri dari lima negara, yakni Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), Narsisco Ramos (Filipina) dan tuan rumah Thanat Khoman (Thailand).
Pada 8 Agustus 1967 para menteri luar negeri tersebut menandatangani suatu deklarasi yang dikenal sebagai Bangkok Declaration. Deklarasi tersebut merupakan persetujuan kesatuan tekad kelima negara tersebut untuk membentuk suatu organisasi kerja sama regional yang disebut Association of South East Asian Nations (ASEAN).
Organisasi Konferensi Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) adalah organisasi internasional yang anggotanya terdiri atas negara-negara Islam seluruh dunia. Organisasi ini didirikan pada tanggal 22 September 1969 saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) negara-negara Islam di Rabat Maroko atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hasan II dari Maroko.
Deklarasi Djuanda
Pada tanggal 13 Desember 1957 Pemerintah RI mengeluarkan sebuah klaim atau pernyataan yang menjadi salah satu dasar kedaulatan wilayah yang baru setelah Proklamasi Kemerdekaan RI tahun 1945 dan Konferensi Meja Bundar tahun 1949. Karena pernyataan tersebut dilakukan pada masa Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaya maka lebih dikenal sebagai Deklarasi Djuanda.
Jakarta Informal Meeting (JIM) I dan II
Pada tahun 1970 di Kamboja, terjadi kudeta yang pada saat itu dipimpin oleh Pangeran Norodom Sihanouk. Ketika itu, Pangeran Norodom Sihanouk sedang berada di luar negeri, keponakannya yang bernama Pangeran Sisowath Sirik Matak bersama Lo Nol melakukan kudeta kekuasaan, sejak peristiwa itu terjadi perang saudara yang berlangsung lama dan berlarut-larut.
Sihanouk kemudian memilih untuk mengasingkan diri di Beijing dan memutuskan untuk beraliansi dengan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menentang pemerintahan Lon Nol dan akhirnya dapat merebut kembali tahtanya.
Daftar Pustaka :
Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi. 2018. Sejarah Indonesia Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud