Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia

Posted on

Berikut rangkuman materi tentang Perumusan dan Pengesahan UUD. Untuk mengkases rangkuman materi PPKN yang lainnya kamu bisa mengunjungi halaman berikut Materi PPKN.

Perumusan dan Pengesahan UUD

Konstitusi tertulis adalah aturan pokok dasar negara, bangunan negara dan tata negara yang mengatur perikehidupan satu bangsa dalam persekutuan hukum negara. Konstitusi tidak tertulis (konvensi) adalah kebiasaan ketatanegaraan yang sering timbul dalam sebuah negara. Konstitusi NKRI yaitu UUD 1945. 

Konstitusi bukan undang-undang biasa. Konstitusi tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif biasa, tetapi oleh badan khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Dalam hierarki hukum, konstitusi merupakan hukum paling tinggi dan fundamental sifatnya, sehingga peraturan-peraturan dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.

Fungsi konstitusi yaitu : 

  1. Penentu dan pembatas kekuasaan negara
  2. Pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
  3. Pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga negara
  4. Pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara
  5. Penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang asli (rakyat) kepada organ negara
  6. Simbolik sebagai pemersatu
  7. Simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan
  8. Simbolik sebagai pusat upacara
  9. Sarana pengendalian masyarakat
  10. Sarana perekayasaan dan pembaruan masyarakat

Undang Undang Dasar adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas pokok dari pemerintahan suatu negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja pemerintahan. Di dalam negara yang menganut paham demokrasi, Undang Undang Dasar mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintahan agar penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang – wenang.

Sidang kedua BPUPKI tanggal 10 – 17 Juli 1945, membahas hal-hal teknis tentang bentuk negara, pemerintahan baru dan dibentuk Panitia Hukum Dasar dengan anggota 19 orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno serta membentuk  3 (tiga) Panitia Kecil untuk membahas dan mempersiapkan perumusan Undang Undang Dasar.

Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lain ketentuan tentang Lambang Negara, Negara Kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan membentuk Panitia Penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa. 

Tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda ”Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang Undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada 5 pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, dan 1 pasal mengenai aturan tambahan. 

Pada sidang tanggal 15 Juli 1945 dilanjutkan dengan acara ”Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar”. Saat itu Ketua Perancang Undang Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, memberikan penjelasan terhadap naskah Undang Undang Dasar.

Naskah Undang-Undang Dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada Sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan Panitia Pembelaan Tanah Air. Dengan demikian, selesailah tugas panitia BPUPKI. 

Berikut peta tempat duduk sidang BPUPKI : 

Perumusan dan Pengesahan UUD

Keterangan : 

Hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 : 

  1. Mengesahkan UUD 1945
  2. Memilih Ir Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden 
  3. Membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat. 

Sidang PPKI melakukan beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD naskah Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil sidang kedua BPUPKI. Perubahan yang disepakati tersebut yaitu :

  1. Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan
  2. Sila pertama, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan rumusan ”Ketuhanan Yang Maha Esa” 
  3. Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi ”Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi ”Presiden ialah orang Indonesia asli”
  4. Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi ”Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”

Sistematika UUD 1945 sebelum perubahan : 

  1. Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
  2. Batang Tubuh, terdiri dari 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, 2 ayat aturan tambahan
  3. Penjelasan, terdiri dari penjelasan umum dan pasal demi pasal 

Sistematika setelah perubahan UUD NRI 1945 : 

  1. Pembukaan, terdiri dari 4 alinea
  2. Pasal-pasal, terdiri dari 21 bab, 73 pasal, 3 pasal aturan peralihan dan 2 ayat aturan tambahan

Semangat dan komitmen pendiri negara pada perumusan dan pengesahan UUD 1945 antara lain mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, persatuan dan kesatuan, rela berkorban, cinta tanah air, dan musyawarah mufakat.

Ada dua paham yang dimiliki pendiri negara dalam sidang BPUPKI, yaitu nasionalisme dan agama. Paham nasionalisme menginginkan negara Indonesia yang akan dibentuk merupakan negara nasionalis atau kebangsaan, sedangkan golongan agama menginginkan didasarkan pada salah satu agama.

Ir. Soekarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945 menyatakan, ” …Kita hendak mendirikan negara Indonesia, yang bisa semua harus melakukannya. Semua buat semua!… ” Dari pendapat Ir. Soekarno tersebut terlihat bahwa para pendiri negara berperan besar dalam mendirikan negara Indonesia, mereka memiliki latar belakang suku dan agama yang berbeda.

Para pendiri negara mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan serta mengutamakan musyawarah mufakat dalam membuat keputusan tentang dasar negara dan Undang-Undang Dasar Negara 1945. Keberhasilan bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, merupakan salah satu bukti cinta para pahlawan terhadap bangsa dan negara.

Dalam sidang PPKI, para pendiri negara memperlihatkan kecerdasan, kecermatan, ketelitian, tanggung jawab, rasa kekeluargaan, toleransi, dan penuh dengan permufakatan dalam setiap pengambilan keputusan. Sikap patriotisme dan rasa kebangsaan dapat diketahui dalam pandangan dan pemikiran mereka yang tidak mau berkompromi dengan penjajah dan bangga sebagai bangsa yang baru merdeka.

Daftar Pustaka : 

Saputra, L. S., Aa Nurdiaman, Salikun, Rahmat & Dadang S. 2017. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan SMP/MTs Kelas VII. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.