materi sejarah

Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Posted on
Advertisements

Sistem dan Struktur Politik | Tahukah kalian, bahwa periode antara tahun 1950-1959 dalam sejarah Indonesia disebut sebagai sistem Demokrasi Parlementer yang memperlihatkan semangat belajar berdemokrasi.

Oleh karena itu, sistem pemerintahan yang dibangun mengalami kendala yang mengakibatkan jatuh bangun kabinet.

Periode ini disebut oleh Wilopo, salah seorang perdana menteri di era tersebut (1952-1953) sebagai zaman pemerintahan partai-partai.

Materi Sejarah Indonesia  Kelas 12 Bab 2 Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Indonesia Masa Demokrasi Parlementer (1950-1959)

Sistem dan Struktur Politik
Photo by Rosemary Ketchum on Pexels.com

Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal

Sistem Pemerintahan

Bangsa kita sebenarnya adalah bangsa pembelajar. Indonesia sampai dengan tahun 1950-an telah menjalankan dua sistem pemerintahan yang berbeda, yaitu sistem presidensial dan sistem parlementer.

Salah satu ciri yang nampak dalam masa ini adalah sering terjadi penggantian kabinet. Mengapa sering terjadi pergantian kabinet? Hal ini terutama disebabkan adanya perbedaan kepentingan di antara partai-partai yang ada. 

Perbedaan di antara partai-partai tersebut tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik sehingga dari tahun 1950 sampai tahun 1959 terjadi silih berganti kabinet mulai Kabinet Natsir (Masyumi) 1950-1951; Kabinet Sukiman (Masyumi) 1951-1952; Kabinet Wilopo (PNI) 1952-1953; Kabinet Ali Sastroamijoyo I (PNI) 1953-1955; Kabinet Burhanuddin Harahap (Masyumi) 1955-1956; Kabinet Ali Sastroamijoyo II (PNI) 1956-1957; dan Kabinet Djuanda (Zaken Kabinet) 1957-1959.

Kabinet Djuanda untuk menyelesaikan tugasnya menyusun program kerja yang terdiri dari lima pasal yang dikenal dengan Panca Karya, sehingga kabinetnya pun dikenal sebagai Kabinet Karya. Kelima program tersebut meliputi:

  1. Membentuk Dewan Nasional
  2. Normalisasi keadaan Republik Indonesia
  3. Melanjutkan pembatalan KMB
  4. Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
  5. Mempercepat pembangunan

Sistem Kepartaian

Partai politik merupakan suatu kelompok terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan dibentuknya partai politik adalah untuk memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan secara konstitusional. Jadi munculnya partai politik erat kaitannya dengan kekuasaan.

Di antara partai-partai tersebut tergambar dalam bagan berikut ini:

NoNama PartaiPimpinanTanggal Berdiri
1Majelis Syuro MusliminIndonesia (Masyumi)Dr. SukirmanWiryosanjoyo7 November 1945
2Partai Nasional Indonesia (PNI)Sidik Joyosukarto29 Januari 1945
3Partai Sosialis Indonesia (PSI)Amir Syarifuddin20 November 1945
4Partai Komunis Indonesia (PKI)Mr. Moh. Yusuf7 November 1945
5Partai Buruh Indonesia (PBI)Nyono8 November 1945
6Partai Rakyat Jelata (PRJ)Sutan Dewanis8 November 1945
7Partai Kristen Indonesia (Parkindo)Ds. Probowinoto10 November 1945
8Partai Rakyat Sosialis (PRS)Sutan Syahrir20 November 1945
9Persatuan Marhaen Indonesia (Permai)J.B. Assa17 Desember 1945
10Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI)I.J. Kassimo8 Desember 1945

Pemilihan Umum 1955

Pelaksanaan Pemilihan Umum pertama dibagi dalam 16 daerah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 kecamatan, dan 43.429 desa. Pemilihan umum 1955 dilaksanakan dalam 2 tahap. 

Tahap pertama untuk memilih anggota parlemen yang dilaksanakan pada 29 September 1955 dan tahap kedua untuk memilih anggota Dewan Konstituante (badan pembuat Undang- Undang Dasar) dilaksanakan pada 15 Desember 1955. Pada pemilu pertama ini 39 juta rakyat Indonesia memberikan suaranya di kotak-kotak suara.

Mencari Sistem Ekonomi Nasional

crop man counting dollar banknotes
Photo by Karolina Grabowska on Pexels.com

Pemikiran Ekonomi Nasional

Pemikiran ekonomi pada 1950-an pada umumnya merupakan upaya mengubah struktur perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hambatan yang dihadapi dalam mewujudkan hal tersebut adalah sudah berakarnya sistem perekonomian kolonial yang cukup lama.

Warisan ekonomi kolonial membawa dampak perekonomian Indonesia banyak didominasi oleh perusahaan asing dan ditopang oleh kelompok etnis Cina sebagai penggerak perekonomian Indonesia.

Perhatian terhadap perkembangan dan pembangunan ekonomi dicurahkan oleh Soemitro Djojohadikusumo. Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia pada hakekatnya adalah pembangunan ekonomi baru. Soemitro mencoba mempraktikkan pemikirannya tersebut pada sektor perdagangan.

Ia berpendapat bahwa pembangunan ekonomi nasional membutuhkan dukungan dari kelas ekonomi menengah pribumi yang kuat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus sesegera mungkin menumbuhkan kelas pengusaha pribumi, karena pengusaha pribumi pada umumnya bermodal lemah.

Sistem Ekonomi Liberal

Sesudah pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia menanggung beban ekonomi dan keuangan yang cukup berat dampak dari disepakatinya ketentuan-ketentuan KMB, yaitu meningkatnya nilai utang Indonesia, baik utang luar negeri maupun utang dalam negeri.

Struktur perekonomian yang diwarisi dari penguasa kolonial masih berat sebelah, nilai ekspor Indonesia pada saat itu masih sangat tergantung pada beberapa jenis hasil perkebunan yang nilainya jauh di bawah produksi pada era sebelum Perang Dunia II.

Kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk menanggulangi permasalahan tersebut di antaranya adalah melaksanakan industrialisasi, yang dikenal dengan Rencana Soemitro. Sasaran yang ditekankan dari program ini adalah pembangunan industri dasar, seperti pendirian pabrik-pabrik semen, pemintalan, karung dan percetakan. 

Kebijakan ini diikuti dengan peningkatan produksi, pangan, perbaikan sarana dan prasarana, dan penanaman modal asing. Pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin Harahap, Indonesia mengirim delegasi ke Belanda dengan misi merundingkan masalah Finansial Ekonomi (Finek). Perundingan ini dilakukan pada tangal 7 Januari 1956.

Rancangan persetujuan Finek yang diajukan Indonesia terhadap pemerintah Belanda adalah sebagai berikut:

  1. Pembatalan Persetujuan Finek hasil KMB
  2. Hubungan Finek Indonesia-Belanda didasarkan atas hubungan bilateral
  3. Hubungan Finek didasarkan atas undang-undang Nasional, tidak boleh diikat oleh perjanjian lain.

Daftar Pustaka :

Abdurakhman, Arif Pradono, Linda Sunarti dan Susanto Zuhdi. 2018. Sejarah Indonesia  Kelas XII SMA/MA/SMK/MAK. Jakarta : Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud

rangkuman
Gravatar Image
Keseharian mengajar, hobi menulis dan membaca buku.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *